31 Oktober 2007

Re : aku ingin ke rumah Tuhan

sahabat…
maukah kutunjukkan jalan ke rumah-Nya?
banyak orang yang sering melewatinya
tapi lupa mengetuk pintu-Nya
atau memang lupa nama jalannya
hingga harus jauh berputar,
berkeliling...
mengacak semua rumah-rumah dan pasar-pasar
padahal rumah-Nya dekat sekali dengan rumah kita
dekat dengan rumah semua
sahabat…
maukah ku tunjukkan dimana rumah-Nya?
jalannya lurus
kadang sepi karena harus sendiri
kadang terjatuh, ditertawakan, tapi kau harus berdiri lagi
warna gerbangnya putih tulus
tanpa warna buram
apalagi kelam
besar dan luas
tanpa batas
andai seisi dunia ini masuk bersamaan pun, masih sangat cukup sekali
jalannya lurus,
kanan kirinya banyak gang kecil
yang ramai menggoda agar kau sudi mampir
para kurcaci, yang bersemangat menawarkan pundi2
bila kau tak mau
mungkin mereka akan menarikmu
dengan ribuan tali
melemparmu dengan berkarung duri
atau menginjakmu agar tak bisa berdiri lagi
mampir saja ke gerbang-Nya
kau akan bisa melihat jelas dimana letak pintu-Nya
sahabat…
ketahuilah, rumah-Nya tanpa jarak
betul…
tanpa terbatasi tempat
Dia mendengar, kapan saja kau memanggil
Dia sangat tahu saat kau tersedu...
Dia menerima kapan saja kau bertandang pada-Nya.
pintunya terbuka, tanpa penjaga
rumah-Nya sangat dekat
tanpa sedikitpun ada sekat
bila kau mau mendekat,
kau pasti akan terpikat
rumah-Nya sangat dekat
hingga sering tak terlihat...

30 Oktober 2007

Aku ingin ke rumah Tuhan

Kekasih...
Apakah nanti kamu bertemu dengan Tuhan lagi?
Katanya, kemarin malam kamu sudah bertemu dengan-Nya
Apakah kamu ingat kata-kataku?
Bahwa aku minta tolong untuk sampaikan rinduku
Apakah kemarin malam kamu benar-benar bertemu dengan Tuhan?
Rasanya aku tak percaya kalau kamu sudah bertemu dengan-Nya
Seribu tahun aku mencari-Nya, tapi tak sedetik pun aku pernah bertemu
Tahukah kamu bahwa kemarin aku mencari Tuhan, tapi tak juga bertemu?
Katanya, Tuhan tak mau bertemu kalau kita tak mau datang ke rumah-Nya
Katanya, Tuhan juga tidak di rumah-Nya jika kita tak pernah mengetuk pintu-Nya
Benarkah?
Waktu masih kecil, aku sering ke rumah Tuhan
Rasanya damai dan tenteram seperti pelukan ibu
Rumah-Nya nyaman
Rumah-Nya sejuk
Malam ini aku ingin pergi ke rumah Tuhan lagi
Dulu, Ayah pernah bilang kalau aku tidak boleh lupa mampir ke rumah-Nya
Kekasih...
Aku ingin ke rumah-Nya sekarang
Aku ingin ke rumah-Nya yang sejuk
Dimana aku bisa bersujud sepanjang hari
Mencium wangi-Nya yang agung
Aku ingin sekarang
Detik ini juga... Ya Allah

11 Oktober 2007

Selamat tinggal benci

Pernahkan kita menyadari apa sesungguhnya salah satu kebodohan paling besar dalam hidup ini?. Jawabnya adalah : memelihara kebencian. Ya, kebencian adalah sebuah kebodohan hidup yang paling besar di dunia. Karena kebencian hanya akan membunuh waktu kehidupan dan mengorbankan benih cinta, sehingga tidak bisa berkembang dalam kehidupan.
Orang yang menanam dan memelihara kebencian dalam hatinya, dia hanya akan menuai hasil ketidaknyamanan, sakit hati dan permusuhan. Sehingga harumnya wangi bunga cinta yang ada dalam dirinya tidak dirasakan dalam kehidupan.
Namun masih banyak orang yang tidak menyadari kalau hatinya dikuasai oleh benih kebencian. Manusia yang hatinya penuh kebenciaan pada hakekatnya adalah manusia yang gagal dalam hidup, karena tidak mampu mencintai dirinya sendiri. Maka ucapkan selamat tinggal kepada benci mulai saat ini juga. Tinggalkan jauh-jauh benih kebencian yang akan merusak benih cinta dan kebahagiaan dalam hati kita.
Kalau ada yang membenci diri kita, berusahalah untuk tidak membalasnya dengan kebencian. Karena kalau kita membalas dengan kebencian lagi, maka kitapun akan termasuk kedalam golongan orang yang membenci. Berusahalah membalasnya dengan cinta, kasih sayang dan kebaikan. Yakinlah bahwa kita mampu mengendalikan emosi kemarahan yang ada.
Salah satu cara meninggalkan kebencian adalah dengan berusaha bertindak seperti tindakan orang-orang yang berjiwa besar dan agung. Mereka yang memiliki keagungan jiwa mampu mengendalikan emosi amarah dan sakit hati atas kebenciaan orang lain. Kita bisa memulainya dengan membiasakan diri selalu memuji keagungan dan kebesaran Allah yang telah memberikan keagungan jiwa bagi kita. Dengan sering memuji kebesaran dan keagungan NYA, kita akan memiliki semangat jiwa yang luhur, tinggi dan mulia. Semangat itulah yang akan mampu mengendalikan emosi dari dalam diri kita, sehingga tidak membiarkan kebenciaan hidup dalam diri kita, dan akhirnya benih ketulusan cinta akan semakin tumbuh subur dalam diri kita.


10 Oktober 2007

Lebaran sebentar lagi

Setiap lebaran tiba, harusnya semua umat Islam menyambutnya dengan suka cita. Tapi, sepertinya tidak buat saya. Well, secara saya juga harus senang karena lebaran merupakan hari kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh menahan segala hawa nafsu (kecuali nafsu belanja kaleee… hehe). Maka, sepantasnyalah kita menyambut lebaran dengan hati yang damai dan lapang.
Setiap menjelang lebaran tiba, saya dihantui rasa cemas, takut, was-was yang tak berkesudahan. Tapi, namanya juga hantu, bisanya hanya nakut-nakutin thok. Setelah dihadapi dan dilawan serta dijalani, rasanya nikmat-nikmat aja siiih… Syaratnya : hadapi dengan senyuman semua yang terjadi, biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa, semua akan baik-baik saja.
Lebaran tahun ini, untuk kesekian kalinya saya harus mengurus dan menghadapi beberapa hal yang sangat nikmat…
Yang akan terjadi,
Mudiknya para ART (Asisten Rumah Tangga). Waaaooow… itu merupakan hal utama yang paling ‘menyeramkan’ secara saya ‘beranggota’ banyak. Ngebayangin ke pasar, masak, nyiapin makanan, nyuci piring, nyuci baju, nyetrika, beres-beres rumah dan lain-lain yang kesemuanya itu harus saya lakukan seorang diri… Juga momong dan ngurusi para kurcaci yang lagi sedeng-sedengnya ngglataaak. Nikmat ya….
Kemudian,
Ketidakpastian apakah para pasukan ART akan come back again or not. Eing ing eeeng… Syukur-syukur mereka pada mau balik, jadi saya nggak repot ngajarin dari awal lagi apa tugas-tugasnya. KALO NGGAK BALIK???... “ya nyari lagi, masih banyak kok”, begitu komentar suami saya. Ehm, bapak-bapak yang terhormat, please deh…
Selanjutnya,
Ketika mudik, harus menyiapkan segalanya secara well done milik segenap “pasukan tempur”, hehehe… Nyimpen barang-barang berharga yang akan ditinggal dengan baik, daaan… yang paling heboh adalah : JRENG, nyiapin segala perlengkapan, baju-baju, susu, mainan, konsumsi dll untuk di perjalanan, baik pra maupun pasca keberangkatan mudik.
Akhirnya,
Begitulah nasib saya yang HARUS saya nikmati. Karena apapun yang saya jalani, tidak lebih hanya mencari ridho-NYA
Well,
Genggam tanganku erat, kuyakin kita bisa, melewati hari ini dengan senyuman. Dan jangan pernah kau lupakan, hidup hanya sebuah rencana yang tak akan pernah bisa terulang….

09 Oktober 2007

Curhat itu penting dan perlu

Keseringan dicurhati, lama-lama saya bete juga. I am an extraordinary woman, punya kelemahan, masalah, beban. Namanya juga orang hidup, wajar kan kalo punya itu semua. Dan biasanya setiap habis dicurhati orang (temen, sahabat, keluarga), malamnya saya pasti nggak bisa tidur. Suami saya sampai bingung. Dia suka bilang : “besok lagi jangan mau dicurhati dan jangan dengerin yang jelek-jelek”. Waduuh… gimana ya?.
Entah sejak kapan saya available dalam bidang itu, curhat mencurhat dan dicurhati. Harusnya saya menikmati. Karena, orang yang bersedia curhat ke saya, berarti orang tersebut sudah mempercayai saya sehingga menganggap layak untuk dicurhati. Walaupun kadang nggak ngasih solusi apa-apa, hanya sekedar dijadikan shoulder to cry on dan tak jarang juga ‘gebuk on’ bagi temen-temen saya. Tapi kadang suka bikin cengoh juga, dan akhirnya saya jadi kepikiran.
Dalam ilmu psikologi, kalo orang sering di curhati, ada faktor positif dan negatif pada perkembangan pribadi orang tersebut. Positifnya ; seseorang akan dapat melihat banyak permasalahan yang terjadi sehingga akan menjadi bijak. Negatifnya ; menjadi beban. Apalagi kalo ada kata-kata : “eh, ini er ha es lho, aku cuma ngomong sama kamu”……. Hadoooooooohhh.
Saya merasakan, kadang nggak balance juga. Trus, gimana seandainya kalo saya pengen curhat?. Kepada siapa dan orang macam apa?. Apakah curhatan saya pantas buat mereka?. Maksudnya gini, ya kalo nggak ngebebanin, kalo iyaaa… weleh, dosa saya.
Saya termasuk tipe yang sulit percaya sama orang. Tapi, kalo udah percaya sama seseorang, wah bisa tak gondeli kemana pun dia berada secara dianya sumpek atau enggak, yang penting saya nya nyaman.
Saat ini, saya lagi PENGEEEEEEEEEEEEEEEEEEEENNNNNN BANGET curhat. Too many problems on my mind dan rata-rata datangnya bukan dari saya. Sebenernya saya sih udah curhat sama yang ‘DIATAS’. Tapi, embuhlah… manusiawi kali ye kalo saya juga perlu a shoulder to curhat on. Wis lah, saat ini menurut saya, belum perlu saya ceritakan isi hati saya ke orang-orang selagi saya masih bisa mengatasinya. Telen aja sendiri, nikmati dan rasakan. Hanya saya dan Tuhan yang tau. Cieeeeeeeeee…
Terus, gimana dengan saya?. Kemana, dimana, dengan siapa saya harus curhat?. Banyak sih sebenernya tempat yang available bagi saya untuk curhat. Ada ibu, suami, kakak, teman. Ah, hanya saja, saya terlalu gengsi untuk curhat sama kakak saya, karena paling dia akan ngejek saya kalo saya cengeng, hehe. Saya juga terlalu sayang sama ibu saya, makanya saya paling anti curhat sama beliau, karena saya tidak mau membebani pikiran ibu. Suami?, hehehe… ada dua faktor yang menyebabkan kadang saya enggan curhat sama dia. Pertama : takut ngebebani dia, Kedua : diremehkan, dalam artian dia paling akan bilang, “aku tidak mau melihat istriku lemah”, wehehe…
Yang paling saya sukai adalah, ketika saya di curhati anak-anak saya. Berhubung anak saya banyak, maka cerita dari mereka seolah-olah nggak ada habisnya dan menjadikan indah dunia saya, melek mata saya.
So, curhat itu perlu dan penting terlepas apa, siapa, tentang apa yang mau di curhati.
Bila hari ini... tak seperti yang kau bayangkan, yang kau inginkan. Coba pejamkanlah kedua matamu, lupakan apa yang terjadi...

01 Oktober 2007

Going Home

Kemaren siang, saya dan suami nyambangi makam Ayah & Ibu mertua saya (which we called them Ayah Kakek & Ibu Nenek). Ritual ini sebenernya nggak rutin kami lakukan, hanya kalo lagi kangen aja sama mereka. Kebetulan, kemaren saya dan suami lagi iseng pengen jalan, daripada bertujuan nggak genah, mendingan kami dolan ke ‘rumah’ Ayah & Ibu. Disana juga ada makam Mbak Santi, kakak ipar yang sangat saya hormati dan sayangi, yang baru menghuni less than 9 month.
They passed away, leaving their loved ones and those who loved them behind to start their new journey to see their God. Was I sad?, of course. I still I am. And I’m sure lots of people closer to them than me, feels even worse. Even though, I don’t see them that often, there is still that empty space in my heart/my mind that was usually filled with their presence. And I bet, all of you that once lost a dear person, know what I’m talking about.
Seven days after Mbak Santi left, I went to her house for the ‘tujuh harian’. One of ayat in The Holy Qur’an : “idzaa ashooba mushiibatun, qooluu Innaalillaahi Wa Innaa Ilaihi Raajiun”. In my opinion, it is the most beautiful ayat. Simply, because it reminds us that we come from Allah and to Allah we will return.
Going home is the most wonderful thing, isn’t it?. See, during lebaran, people actually sleeps in terminals or stasiun just because they want to make sure they can come home.
So, “going home” is actually a good thing, even though we may not feel the same way. That’s what I try to keep in mind that Ayah Kakek, Ibu Nenek and Mbak Santi are not leaving; they’re actually going home, to THE ONE that created them in the first place. And that, we cannot be sad, because our tears would only keep them worrying -just like your kid’s tears when you leave for work, makes you worried about him and makes you going to work quickly and keep looking back.
What we could do is make their departures as a momentum to be a better person, so that when we meet again, we can say; “thank you, you have made us become a better person”.
Safe journey Ayah, Ibu and Mbak Santi… We all miss you…