28 Maret 2008

Separuh nyawa

Separuh nyawa saya hilang..........

Kemaren, anak sulung saya kembali masuk asrama sekolahnya setelah libur selama seminggu. Dia adalah separuh nafas saya, dan saya yakin, setiap orang akan merasakan bingung, sedih, kehilangan dan tidak ikhlas ketika separuh nyawa nya 'hilang', walau untuk sementara. Perasaan itu muncul secara otomatis pada diri seorang ibu seperti saya.
Dia, lelaki kecil itu -yang sekarang sudah tidak kecil lagi-, sudah berubah baik secara fisik maupun pemikiran. Ada ketakutan dalam diri saya, takut kalah pinter dan kalah kuat menghadapi hidup. Saya melihat potensi dia sebagai anak sulung, sudah mampu mengerti apa arti tanggung jawab. Dia sudah banyak berubah, dan saya kagum padanya. Saya merasa punya hutang, karena dia belajar semua itu justru tidak dari saya. Dia mencoba mencari arti hidup yang akan dihadapi, seorang diri tanpa didampingi oleh saya. Dan memang begitu seharusnya, karena dia laki-laki. Saya tidak boleh takut dan cemas, karena semua ini merupakan pembelajaran buat saya dan dia.
Ketika masih kecil, dia berlaku sebagaimana anak kecil pada umumnya, nakal dan usil, sampai-sampai saya tidak pernah membayangkan akan terjadi perubahan pada dirinya.
Seminggu lalu, waktu dia kembali ke rumah untuk berlibur, semua daya dan upaya saya konsentrasikan hanya untuk dia. Bahkan, malam menjelang kedatangan, mata saya sulit terpejam, waktu terasa begitu sangat lambat. Dan selama seminggu menemaninya, saya lepaskan semua aktivitas saya yang tidak ada hubungannya dengan dia.
Dan hari ini, dia sudah kembali disibukkan oleh rutinitas sekolahnya. Saya yakin, dia pun menyadari semuanya ini agar mendapat yang terbaik. Sekali lagi, saya harus tawakal, ikhlas, percaya dan selalu berdo'a yang terbaik untuk dia.
Seandainya saja saat ini bisa kukatakan jangan kau tinggalkan.......