Untuk kedua kalinya saya nonton Ayat-Ayat Cinta (AAC). Kemaren malam, saya menemani sang suami. Tidak ada yang beda dari film tersebut dengan yang saya tonton pertama kali.
Film AAC menjadi fenomenal, seperti novelnya. Pertama kali di launch, langsung meledak di pasaran. Bayangkan saja, saya datang jam 20:00 untuk beli tiket yang tayang jam 22:30. Ternyata sold out. Adanya untuk pertunjukan jam 23:30. Padahal seluruh studio di bioskop tersebut menayangkan AAC, dan pada jam berbeda dan waktu yang berurutan. Memang, waktu itu malam minggu, AAC ditayangkan secara midnight.
Kami berdua jarang sekali nonton film Indonesia. Untuk kali ini, karena keterikatan emosi dengan Mesir, jadi kami bela-belain nonton AAC. Memang sih, sebagian membangkitkan kenangan-kenangan suami saya. Seperti ; ketika antara penghuni flat lantai atas dan bawah, membutuhkan sesuatu, maka 'timba' yang bertindak. Masing-masing saling mengerek keranjang, seperti hendak menimba air dari sumur dan di dalam keranjang diletakkan segala sesuatu yang diperlukan.
Ada juga 'ashir mango, flat yang kumuh dan kotor, suasana Khon Kholili, pasar yang menjual aneka rupa barang dari souvenir hingga tho'am khas Mesir, banyak coretan tulisan Arab, tembok-tembok tidak terawat... dan, memang begitulah adanya di Mesir sana.
Adapun sungai Nil, Pyramid, Masjid Sholahuddin Al 'Ayyubi, memang kentara sekali palsu. Tapi tidak mengurangi rasa ke -Mesir- an nya.
Saya yakin, seandainya pengambilan gambar AAC benar-benar di lakukan di Mesir, bisa jadi film ini 'lebih meledak' dari sekarang. Saya sempat membaca blog nya mas Hanung Bramantyo tentang dibalik layar pembuatan film AAC. Banyak sekali kendala-kendala yang ditemui. Terutama di Mesir. Biaya produksi jadi sangat mahal, karena harus kerjasama dengan PH Mesir. Harga yang ditawarkan sangat-sangat tidak realistis. Saya nggak heran sih, pancene wong Mesir nek karo duit, motone ijo.
Saya juga bisa membayangkan, bagaimana pihak produser pada awalnya meragukan kesuksesan film ini. Karena, biasanya film yang adopted dari novel, hasilnya tidak bisa sama persis. Apalagi yang berbau agama.
Film AAC baru diputar beberapa hari dan langsung jadi fenomena. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari film AAC. Semoga para penonton film dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam film tersebut, bukan hanya penasaran saja. Harapan saya, ke depannya akan semakin banyak film-film yang mengandung nilai positif.