Setelah "beristirahat" di RSPI selama beberapa hari kemarin, pagi ini setelah shalat subuh saya tidur lagi untuk mengumpulkan energi baru.
Tetapi, tidak lama kemudian saya terjaga, kaget dan refleks untuk segera bersiap-siap, menyapa pagi yang cerah untuk memulai aktifitas hari ini.
Mengingat kondisi yang belum sepenuhnya pulih, saya pun tersadar bahwa masih harus rest beberapa hari untuk mengkondisikan keadaan saya hingga dapat beraktifitas seperti sebelum sakit.
Tetapi, saya tidak bisa. Kebiasaan yang sudah terbentuk, mengalahkan segalanya. Saya sudah sangat ingin "bangkit" dan bergabung bersama teman2 di Pesantren tercinta ini untuk mengerjakan apa saja yang bisa saya kerjakan. Sepertinya, saya akan "tertinggal" apabila tidak mengikuti perkembangan yang sedang terjadi di Pesantren.
Seperti yang sudah-sudah, tidak pernah ada kata "cukup" jika ingin berjuang untuk ummat. Apa saja bisa di kerjakan, baik yang berkaitan dengan fisik maupun pikiran. Dan biasanya orang yang "berjuang" untuk ummat akan merasa enjoy, banyak tantangan yang harus dihadapi, bukan malah dihindari.
Sebenarnya apa yang saya cari?. Seberapa besar sih kebutuhan saya? Atau, begitu menakutkankah masa depan bagi saya sehingga saya harus berlomba-lomba mencapai yang terbaik?
Bukankah sebagai manusia, kita hanya perlu makan tiga kali sehari?. Bukankah Tuhan Maha Adil dan Maha Pemberi Rizki?. Bukankah menyiapkan berbagai kebutuhan di masa depan itu mestilah seperti kita akan hidup selamanya?.
Saya menangkap kesan bahwa saya mulai terjebak pada berbagai tindakan yang "away" ketimbang "toward". Saya seperti masuk ke dalam penjara untuk terus "berlari dari" apa yang saya takutkan, dan bukan "mengejar apa" yang saya cita-citakan. Saya terjebak masuk ke dalam "sirkuit balap" yang tak "bergaris finish".
Ya, yang namanya bekerja keras itu letaknya di antara malas dan ngoyo. Tentang malas, kita sudah mengetahui bahwa Tuhan pun tidak suka pada orang malas. Tentang bekerja keras, di sinilah kita seringkali KEBABLASAN dan seolah merasa bisa "menggeser kursi Tuhan".
Sepanjang yang saya ketahui, esensi dasar dari The Law of Attraction adalah : SABAR, SYUKUR dan IKHLAS. Dan, semua itu berada dalam timeframe yang jelas-jelas bukan milik manusia.
Maka, bekerja malas, jelas bukan pilihan. Akan tetapi, bekerja terlalu keras juga bukan pilihan yang bijaksana. Dengan bekerja terlalu keras, belief system kita akan teracuni oleh pernyataan : "Kalo nggak gini caranya, ya gimana bisa dapat?". Lha...!, tidakkah itu sama saja "mengkudeta" Tuhan dengan memposisikan diri sebagai penentu hasil?.
Bekerjalah dengan keras, dan tetap memberi ruang untuk keyakinan akan Tuhan sebagai Hakim yang tertinggi. Lantas, seberapa keraskah kita harus bekerja?. Silakan ukurlah sendiri dengan parameter ini : -Sabar, Syukur, Ikhlas- di dalam kerangka waktu yang bukan milik kita.
Let It Go, Let It GOD!!!.
(24 Desember 2008)