20 September 2007

Bahagia dan tahan banting

Beberapa hari belakangan ini, banyak kejadian diluar dugaan yang saya alami dan cukup membuat diri saya bengong dan shock. Walaupun, Insya Allah, bibir saya selalu basah oleh Istighfar dan Shalawat menyebut nama NYA, tetapi saya, sebagai manusia dan seorang perempuan yang sangat biasa, tetap saja mengalami perasaan tidak tenang.
Kejadian terakhir adalah ketika secara tiba-tiba sakit di kaki saya kumat lagi. Setelah beberapa tahun, anteng-anteng saja. Tapi, Alhamdulillah, saya bersyukur, dengan kejadian tersebut, berarti ternyata Allah masih sayang sama saya. Semua itu merupakan teguran Allah supaya saya harus lebih giat lagi untuk selalu mengingat NYA. Dan Alhamdulillah lagi, saya mampu melewati berbagai kejadian yang tidak mengenakkan tersebut dengan tenang.
Sebetulnya, apa yang membuat seorang perempuan bisa tabah dalam menerima cobaan?. Perlu diingat, ini bukanlah ‘bakat’, jadi seharusnya setiap orang punya peluang untuk menjadi seperti itu. Kita perlu belajar dan menelusuri darimana datangnya kualitas positif dalam kepribadian yang mendukung munculnya daya juang yang begitu tinggi dari seorang perempuan.
Memiliki ketabahan, kegigihan dan kesiapan menerima cobaan, merupakan sebuah proses yang berlangsung sepanjang usia kita. Hasilnya adalah kita memiliki cara pandang positif yang memandang masalah dengan jernih. Rasa optimisme juga akan timbul melihat masa depan, disertai keyakinan bahwa aturan Tuhan pasti yang terbaik untuk kita.
Trus, kapan para perempuan siap menerima cobaan?. Seharusnya, harus siap kapan saja karena sebenarnya kita tidak tau apa yang akan terjadi di hadapan kita, isn’t it?. Ketika sebuah cobaan menghadang, reaksi pertama yang akan muncul adalah : “WHY ME?”. Perasaan yang menyertai biasanya marah, putus asa, tidak percaya diri dan akhirnya tidak berdaya untuk keluar dari masalah yang ada.
Kita memang tidak pernah siap untuk menghadapi cobaan, dalam arti bisa bertindak efektif dan efisien untuk menyelesaikannya seketika, karena biasanya suatu masalah atau cobaan itu datangnya tidak terduga dan jelas tidak diharapkan.
Ada beberapa hal yang mungkin bisa membantu kita untuk tampil tegar :
  • Pertama ; Jangan tunggu cobaan datang, baru berpikir bagaimana solusinya. Teruslah mengasah diri untuk memahami lebih banyak hal di dalam hidup ini. Kompetensi dalam banyak hal akan menjadi landasan berpikir jernih untuk bisa segera keluar dari masalah. Kita harus menyadari betapa mahal harga yang harus dibayar untuk ketidakmampuan mencari tau. Memaksa diri untuk terus belajar, mencari tau hal-hal yang positif, akan membuat kita tidak cepat bingung apalagi sampai terpuruk. Miliki ilmunya, maka masalah langsung berubah jadi tantangan. That’s it…
  • Kedua ; Kemampuan menerima yang terjadi sebagai sebuah kenyataan, akan mengembalikan dorongan dari dalam diri untuk berusaha mengolah masalah agar bisa kita atasi. Banyak diantara kita yang tidak berani menerima kenyataan ketika ada masalah dalam diri atau rumah tangga atau keluarga besar. Akibatnya, kita hanya lelah menipu diri, karena terlalu sering lalu malah percaya pada kebohongan yang semula diciptakan untuk menutupi perasaan bahwa memang ada masalah.
  • Ketiga ; Tolong deh jawab pertanyaan ini : gimana caranya makan gajah?. Pasti langsung terbayang sosok gajah yang besar, yang tak mungkin kita makan. Padahal, pikiran seperti itu muncul karena kita berpikir dalam kerangka kebiasaan sehari-hari. Makan, artinya membuka mulut, memasukkan makanan lalu mengunyah. Bagaimana dengan makan gajah?. Ya, kita harus memotong-motongnya sehingga menjadi kecil-kecil dan baru bisa dimakan. Butuh waktu memang, tapi ketika mulut mengunyah, masalah sedang mulai diatasi. Artinya, banyak perempuan yang sudah terlanjur putus asa ketika dihadang cobaan. Dan karena tak ada langkah untuk ‘membagi’ masalah dalam komponen-komponen yang lebih kecil, maka perasaan bahwa ia kejatuhan cobaan yang berat, tak terhindarkan.
  • Terakhir dan yang paling penting ; Perlu adanya fleksibilitas berfikir serta kemampuan menolerir perbedaan yang ada diantara manusia. Hal ini membuat kita makin cepat menangkap alasan kenapa seseorang melakukan hal-hal yang terasa seperti cobaan bagi kita. Berpikir fleksibel membuat kita tak terpasung oleh kebiasaan saja. Sadari bahwa tidak semua kebiasaan hidup itu positif sifatnya. Bahkan kebiasaan positif pun tak selalu sesuai untuk cobaan yang sedang dihadapi.
Pemahaman terhadap orang lain, akan membuat kita merasa nyaman karena tetap menyadari bahwa memang orang lain tak perlu sama dengan kita kok. Dari perbedaan itu kita belajar, mana hal baik yang bisa ditiru dan mana yang tidak.
Siap menerima cobaan, tetap tegas dan bersyukur atas dukungan orang-orang di sekitar hanya bisa dimiliki oleh sosok yang bisa jernih melihat kelebihan orang lain dari dirinya, sehingga uluran tangan atau bantuan tak terasakan seperti sedang direndahkan atau dianggap lemah, tetapi justru sedang ditemani.
Selalu ada perasaan tertentu yang menyertai cobaan yang datang. Sadari bahwa perasaan bukanlah petunjuk akhir untuk melaksanakan sebuah tindakan. Apalagi kalau perasaan terburuk yang muncul. Karena, ini justru akan menjadi dasar dari getaran hati yang juga buruk dan kemudian menghasilkan tindakan buruk seperti menyalahkan diri sendiri, takut, marah, dendam, workaholic untuk melupakan cobaan serta agresifitas yang tinggi.
Perasaan seyogianya adalah awal munculnya kebutuhan untuk lebih memahami diri dengan segala kelebihan dan kekurangan. Ditambah dengan kebiasaan untuk fokus, kita akan mampu dengan cepat membuat mapping dari cobaan yang ada dan sekaligus strategi pemanfaatan kelebihan diri untuk mengatasinya.
Kita mesti sepakat dengan mata hati dan perasaan jernih serta nalar yang bersih dari kecenderungan “sok tau dan sok benar sendiri”, seringkali kita jadi makin tau bahwa mungkin cobaan ini justru mempercepat kita mendekati pencapaian tujuan hidup serta menambah banyak sekali sisi-sisi positif dari kepribadian kita. Selalu ada hikmah di balik semua cobaan, cari, selidiki walau prosesnya terasa menyakitkan.
Pertanyaan “WHY ME?”, sudah berubah menjadi “inilah sebabnya mengapa saya mengalaminya”. Mudah-mudahan teman-teman saya yang sedang punya masalah dan sedang menghadapi cobaan, tetap teguh dalam sakit maupun kepedihan, karena kita harus percaya bahwa Tuhan Maha Tau yang terbaik untuk kita semua.