Dulu waktu kecil, kalo ngliat film barat di TV, saya dan adik2 berkomentar “ih, sing maen wong Londo”. Pokoknya, waktu itu, orang yang kulitnya putih dan rambutnya pirang, saya menyebutnya “wong Londo”, entah itu berasal dari negara mana. Dulu juga, saya sering membayangkan, “negorone wong Londo” itu jauuuhhh banget, ngomongnya pake “bahasa inggris”, orangnya “Londo kabeh”, makanannya “roti & keju”, ceboknya “nganggo tisu”… hehehe. Saya juga nggak pernah membayangkan, kapan akan mengunjungi negara yang penduduknya “Londo kabeh”.
Beberapa puluh tahun kemudian…
Akhirnya saya mengunjungi “negoro Londo”, tepatnya Inggris. Alhamdulillah, pertengahan Juni, saya diberi kesempatan oleh salah satu instansi pemerintah Inggris, untuk berkunjung ke sana dalam rangka school partnership. Selama 10 hari di “negoro Londo”, banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan dan bayangan2 masa kecil saya akan “negoro Londo”, hampir 70% adalah benar.
Yang pertama kali saya rasakan adalah, everything are expensive. Ouw, pasti itu… gimana tidak, mata uang kita dikalikan “sekian belas ribu”. Hehehe… kalo mau beli apa2, ya jangan dikalikan, bisa2 mati berdiri. Kedua, shock culture… wah wah wah. Biarin aja dikatain norak. Pancene aneh2 kok. Masak, orang ciuman di mana2, di tempat2 umum. Soalnya, di negara saya nggak ada tuh gitu, malah ada UU nya lagi. Lumayanlah, itung2 pertunjukan gratis. Ketiga, masalah cuaca. Sebelum berangkat, beberapa kawan dan kerabat yang sudah pernah ke Inggris, mengatakan bahwa bulan Juni sedang summer, enak udaranya kayak di Puncak. Jadi, jangan takut kedinginan. Saya membayangkan, oooh… Puncak, ya dinginnya gitu doang deh, paling pake sweater aja udah anget.
Ternyata, pada waktu pesawat mendarat di Gatwick, pilot mengatakan bahwa cuaca di luar sekitar 12 celcius!!!... waduh, misuhlah saya ke semua orang yang mengatakan di Inggris lagi enak cuacanya… Dan menurut keterangan dari orang2 setempat, summer di Inggris ya sekitar segituan deh, paling panas ya 20an celcius. Bayangan2 akan selalu menggigil dan gigi gemerutuk, sudah ada di depan saya. Karena, baju2 hangat yang tadinya sudah saya siapkan, saya tinggal di rumah. Walhasil, untuk mengakali terjadi hal2 yang nggak diinginkan selama di Inggris, kemana2 saya selalu pakai baju rangkap 5!!!... hmmm, norak ya. Biarin. Dan betapa terbengong2nya saya sewaktu melihat bahwa di sekitar saya, “wong2 Londo” hanya berpakaian ala kadarnya, tipis dan nggak jarang saya jumpai orang2 pakai kaos singlet dengan dada or punggung terbuka lebar. Gila, kuat bangeeet, mungkin mereka punya kulit setebal kulit badak kali ya…
Masalah keempat yang saya hadapi adalah, sulitnya c*bok, hohoho… di setiap toilet yang saya jumpai, pasti ada tulisan “please keep the toilet clean and tidy”. Weleh… piye ki, saya yang biasanya jebar jebur, kok suruh pake tisu. Tengok kanan kiri, yang ada cuma tisu… Malah yang lebih ekstrem lagi, di beberapa tempat, toiletnya menggunakan karpet super tebal yang biasanya kalo di rumah, saya gunakan untuk menjamu tamu istimewa... Ngok!.
Makan, its not a big problem for me, i think. Saya termasuk orang yang pemakan segala (baca: rakus, hehe), doyanan gitu. Tapi, ini urusannya beda. Agak sulit menemukan makanan halal di Inggris, kalopun ada, rasanya itu lho… menggemaskan. Asin enggak, anyep enggak, manis enggak, pedes enggak. Gimana tuh. Untungnya, keadaan ini sudah saya antisipasi, jadi kalo kemana2, saya selalu membawa abon, saos sambal dan kecap, yang saya buntel rapat2 di tas, karena kalo nggak, saya takut kepergok sama anjing yang lagi lewat…:)
Masuk angin, hahaha… ini general problem deh kayaknya. Dalam kondisi kedinginan, capek, asupan makanan berkurang dan perbedaan waktu yang sangat mencolok, semua orang akan menderita penyakit “entering the wind” ini. Yang terjadi adalah, selama perjalanan kemanapun di “negoro Londo”, aroma parfum berubah menjadi aroma minyak kayu putih dan minyak kapak. Norak ya… biarin.
Tetapi, disamping semua kejadian dan permasalahan diatas, bayangan masa kecil saya akan “wong Londo”, jadi agak sedikit berubah. Ternyata mereka nggak selalu makan “roti & keju”, penduduknya pun nggak “Londo kabeh”, tapi multi cultural, multi etnis yang mana satu sama lain saling menghormati, saling menghargai dan saling menjaga sopan santun. Ada empat hal yang sangat saya senangi terhadap “wong Londo”, mereka punya disiplin tinggi, kesadaran tinggi, high maintenance dan decent behaviour. Masyarakatnya educated, punya kemampuan apa saja. Perbedaan antara si kaya dan si miskin nggak mencolok. Disana yang ada, mobil bagus dan bagus banget, kesejahteraan merata.
But, Indonesia is the one and only country that i love. Dan yang lebih penting lagi, saya bisa c*bok sepuasnya di negara tercinta ini…