27 Juni 2008

Dalam hati saja

Sebenarnya, saya termasuk orang yang paling tidak bisa menyimpan sesuatu dalam hati. Bukannya ember, selain hal itu bikin sesak, saya memang nggak bisa tahan. Hanya benar-benar close person saja yang bisa saya ceritain apa yang sedang terjadi dalam diri saya saat itu, kemarin dan entah kapan. Pokoknya, uneg-uneg atau apa saja, enak nggak enak yang tersimpan dalam hati, harus keluar as soon as possible. Tentu saja setelah melalui proses refleksi diri, nggak asal goblek. Biasanya, suami saya adalah orang pertama yang saya curhati.
Akhir-akhir ini, entah kenapa, saya tidak bisa. Diupayakan bagaimanapun, saya tetap tidak bisa. Sepertinya ada sekat yang dalam yang menghalangi saya untuk mencurahkan isi hati dan perasaan. Saya jadi males ngomong, nggak mau ambil pusing dan cenderung menyibukkan diri agar yang ada di hati bisa lewat dan lupa, nggak mau saya pikirin. Ujung-ujungnya, kepala saya jadi sering pusing, sulit tidur dan tampang saya terlihat amat lelah.
Memang sih, yang terjadi adalah saya sangat (sok) sibuk mengerjakan apa yang kira-kira bisa dikerjakan. Positifnya, saya jadi produktif. Ide-ide baru bermunculan, ringan saja dan bisa di terima orang banyak.
Kadang, sesuatu hal yang tidak mengenakkan bisa memacu seseorang menjadi produktif. Pengalaman juga bisa menjadikan seseorang lebih tau dari yang sebelumnya tidak tau. Kematangan diri muncul akibat dari berbagai pengalaman yang dialami dalam hidup.
Ada beberapa hal yang saat ini benar-benar terpendam dalam hati saya. Semoga tidak menjadi karat. Saya sedang berusaha mencari titik terang solusinya. Tapi saya ogah-ogahan, karena ya itu tadi, saya nggak mau mikirin, tapi harus dipikirn. Saya harus tegar, meskipun harus berpura-pura. Dan yang terjadi, saya harus menyibukkan diri supaya yang tadinya harus dipikirin, saya nggak gitu mikir lagi. Tetap saja nggantung. Saya pun berkesimpulan, lebih baik diam daripada capek mikirin apa yang terjadi.
Haruskah egois?, haruskah benci?, haruskan mengeluh terhadap apa yang saya alami?. Kadang saya punya pikiran jahat, biar saja orang-orang yang menyakiti saya nanti suatu saat akan tersakiti. Bagaimana menilainya bahwa orang tersebut menyakiti saya?. Mungkin saja dia berbuat begitu karena perbuatan saya yang tidak menyenangkan?. Lalu, kenapa harus benci?.
Biarlah saya simpan dalam hati saja. Just wait and see what will happen...